Heboh Buku SD Cantumkan Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel, Berikut Penjelasan dari Penerbit Yudhistira

Buku SD di Jember Cantumkan Yerusalem Ibu Kota Israel
Kini warga dunia sedang dihebohkan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel.

Kota Yerusalem diakui sebagai Ibu Kota Israel oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pernyataan Trump tersebut memantik gelombang protes, terutama di Indonesia.

Sejumlah aksi digelar di Kedutaan Besar AS di Jakarta mendesak Trump mencabut pernyataan itu. Pemerintah Indonesia juga menggalang dukungan dari dunia internasional agar pengakuan AS itu tidak diikuti oleh negara-negara lain.  

Saat isu itu masih memanas, kini warganet juga dihebohkan dengan beredarnya foto buku IPS kelas 6 SD yang mencantumkan Yerussalem sebagai ibu kota Israel.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengaku kecewa dengan lolosnya cetakan itu.

Buku pelajaran ilmu pengetahuan sosial sekolah dasar di Kabupaten Jember, Jawa Timur mencantumkan ibu kota Israel adalah Yerusalem. Dalam buku untuk kelas enam itu, ibu kota Palestina malah dikosongkan dengan dituliskan tanda strip aja.

Keberadaan buku tersebut hangat diperbincangkan di media sosial. Seorang mahasiswa Universitas Negeri Jember, Muhammad Arifin mengaku langsung mengecek ke salah satu toko buku begitu mendapat info melalui grup percakapan instan.

"Saat saya cek di toko, ternyata benar bahwa memang ada buku paket pelajaran IPS kelas 6 A SD, yang menyebut Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel. tidak hanya itu, di kolom Ibu Kota Palestina sengaja dikosongkan," katanya.

Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas. “Jika dibiarkan sangat berbahaya terhadap pemahaman siswa SD yang masih polos," ujarnya.

Sementara itu manajer toko buku Toga Mas, Andi, yang menjual buku tersebut mengaku tidak tahu tentang isi buku pelajaran tersebut. Menurutnya, ia akan segera berkoordinasi untuk menarik penjualan buku itu.

"Saya akan langsung berkoordinasi dengan atasan, agar buku itu segera ditarik dari penjualan," kata Andi.

Kepala Bidang Sekolah Dinas Pendidikan Jember Debora Krisnawati menyesalkan penyebaran buku itu. Seharusnya, sebelum beredar, isi buku seharusnya diteliti lebih dulu.

Ia mengatakan, buku tersebut bukan didistribusikan Dinas Pendidikan. Sejauh ini ia juga belum mengetahui apakah buku tersebut dijadikan buku wajib di sekolah atau tidak. Namun 

"Kami berjanji segera menghubungi penerbit, supaya buku itu ditarik dari peredaran," kata Debora.

" Penulisan buku ajar yang ada kekeliruan isi bahkan substansi bukanlah kejadian pertama. Ini sudah terjadi kesekian kalinya," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterimaDream, Rabu, 13 Desember 2017.

Jika memang terjadi kesalahan, kata dia, merupakan suatu kelemahan pengawasan dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap buku-buku ajar.
" Kelemahan pengawasan mulai dari adanya konten kekerasan sampai pornografi, dan sekarang kekeliruan penulisan ibu kota Israel adalah Yerussalem," ucap dia.

Retno menegaskan, untuk mengumpulkan data dan penjelasan yang utuh dalam proses penyusunan buku hingga beredar, KPAI berencana memanggil penerbit Yudistira pekan depan.
" Pemanggilan dijadwalkan pada Senin, 18 Desember 2017, jam 13.30 WIB di KPAI," ujar dia.

Kepala Penerbit Yudhistira, Dedi Hidayat, dalam keterangan resminya mengucapkan permintaan maaf atas munculnya terbitan itu. Dedi mengatakan, data yang ditampilkan menjadi bahan materi itu didapat dari world population data sheet 2010.

Penerbit Yudhistira akan merevisi buku IPS kelas 6 SD yang di dalamnya tertulis Ibu Kota Israel adalah Yerusalem. Pihak Yudhistira juga akan menarik buku-buku yang telah beredar.
Saat ditemui di kantornya, Kepala Penerbitan Yudhistira, Dedi Hidayat mengaku saat ini pihaknya tengah mencetak ulang buku IPS Kelas 6 SD hasil perbaikan.

"Dengan kesalahan tersebut kita akan tarik bukunya dan kita akan perbaiki," ucap Dedi di kantor pusat percetakan Yudhistira, Jalan Rancamaya, Ciawi, Bogor, Rabu (13/12).
Menurutnya, kesalahan penulisan itu terjadi karena pengambilan referensi. Informasi soal Yerusalem Ibu Kota Israel itu diperoleh dari word population sheet 2010.

"Ya kita juga bukan sembarangan mencantumkan ngarang-ngarang sendiri, enggak kita juga ada sumbernya. Mungkin itu kesalahan penulis ngambil data yang ternyata nggak valid. Namanya referensi kan banyak. Referensi di Google, di majalah, di mana-mana kan bisa beda-beda kan. Ya itulah salah satu risiko dunia terbuka. Kalau kita enggak super hati-hati," ucap Dedi.

Dedi menunjukkan draft revisi buku tersebut. Dalam draft tersebut tertulis Ibu Kota Israel adalah Tel Aviv. Sementara Ibu Kota Palestina adalah Yerusalem. 
Draft revisi buku IPS terbitan Yudhistira

Setelah buku direvisi, lanjut Dedi, buku lama akan ditarik dan diganti dengan buku baru. Proses penarikan bisa dilakukan di tempat  dengan memasang stiker atau diganti buku baru.

"Jadi ada dua metode kalau saya bilang sistemnya. Bisa ditarik diperbaiki di tempat. Misalnya dengan pasang stiker. Itu metode yang paling cepat. Atau tarik ganti buku baru, selesai. Sekarang kita sedang proses cetak," ungkap Dedi.

Proses pencetakan buku revisi menurut Dedi tidak akan memakan waktu lama. Proses penarikan pun akan segera dilakukan. Namun, dia belum bisa memastikan kapan waktunya. 

"Kalau soal kapan pastinya, saya belum bisa jawab. Yang pasti segera. Program kita tarik secepatnya, perbaiki secepatnya," ungkap Dedi


close